Muara Teweh – Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Barito Utara, Primanda Jayadi, mengungkapkan bahwa sejumlah sertifikat tanah yang terbit di masa lalu memang dikeluarkan sebelum adanya penetapan kawasan hutan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 529 dan SK Nomor 6627.
“Memang dulu ada beberapa sertifikat yang kami terbitkan, termasuk di wilayah transmigrasi. Saat itu statusnya masih Areal Penggunaan Lain (APL), sehingga bisa disertifikatkan. Namun setelah terbit SK 529 dan SK 6627, wilayah tersebut berubah menjadi kawasan hutan,” jelas Primanda Jayadi saat menanggapi pertanyaan anggota DPRD Barito Utara, Hasrat, dalam rapat pembahasan pelepasan kawasan hutan, Selasa (7/10/2025).
Primanda menegaskan, sertifikat yang sudah terbit tetap memiliki pengakuan hukum. Namun, proses perubahan status kawasan hutan menjadi APL sepenuhnya merupakan kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“BPN hanya berwenang dalam urusan pertanahan. Untuk pelepasan kawasan hutan, kewenangannya ada di KLHK. Jadi kami tidak bisa menerbitkan sertifikat baru di area yang masih berstatus hutan,” paparnya.
Lebih lanjut, ia menyatakan dukungan penuh terhadap rencana pelepasan kawasan hutan tidak produktif sebagaimana telah diusulkan oleh Dinas PUPR Barito Utara.
“Kami sangat mendukung usulan pelepasan kawasan hutan tidak produktif. Setelah statusnya berubah menjadi APL, baru kami bisa kembali melakukan sertifikasi tanah,” ujarnya.
Primanda juga mengakui, keterbatasan lahan APL di Barito Utara menjadi kendala dalam pencapaian target program sertifikasi tanah oleh BPN.
“Banyak masyarakat datang mengadu karena lahan yang mereka kuasai sejak lama tiba-tiba masuk kawasan hutan. Namun sesuai aturan, kami tidak bisa memproses sertifikat baru tanpa adanya pelepasan resmi dari KLHK,” tutupnya. (red)